LATEST POSTS

Warga Bandung Mau Naik Angkutan, Tapi Sistemnya Tak Memihak

Vokaloka, Bandung – Di Bandung, menggunakan transportasi umum sering terasa seperti berjudi. Waktu kedatangan bus tidak pasti, angkot melintas tanpa pola jelas, dan penumpang kerap menunggu lebih lama dibanding waktu tempuh perjalanan. Warga sebenarnya tidak menolak naik angkutan umum, mereka hanya lelah berharap pada sistem yang tak kunjung memberi kepastian. Akhirnya, kendaraan pribadi dan ojek online menjadi pilihan utama karena dianggap lebih bisa diandalkan dalam kehidupan sehari-hari.

Selama bertahun-tahun, perbaikan transportasi publik di Bandung terus diwacanakan. Revitalisasi angkot, pengembangan koridor bus, hingga rencana transportasi terintegrasi sering muncul dalam kebijakan pemerintah. Namun, di tingkat implementasi, perubahan nyata belum terasa. Rute masih tumpang tindih, halte minim fasilitas, dan jadwal tidak konsisten. Transportasi umum yang seharusnya menjadi solusi justru belum mampu memberikan rasa aman dan nyaman bagi penggunanya.

Masalah utama transportasi Bandung terletak pada ketiadaan integrasi antarmoda. Angkot masih berjalan menggunakan pola lama yang tidak menyesuaikan kebutuhan mobilitas modern. Bus kota jumlahnya terbatas dan tidak menjangkau banyak kawasan. Perpindahan dari satu moda ke moda lain pun rumit dan tidak praktis. Akibatnya, masyarakat kesulitan mengandalkan transportasi umum untuk aktivitas harian mereka secara efisien.

Kondisi ini diperparah dengan meningkatnya kemacetan dan jumlah kendaraan pribadi setiap tahun, sementara kapasitas jalan relatif stagnan. Banyak warga sebenarnya ingin beralih ke transportasi publik, baik untuk mengurangi biaya bahan bakar maupun dampak lingkungan. Namun, keinginan tersebut terbentur kenyataan bahwa sistem yang ada belum mampu memberikan kepastian waktu, kenyamanan, dan rasa aman yang layak.

Jika Bandung ingin mendorong warganya beralih ke transportasi umum, maka yang harus dibenahi bukan semata perilaku masyarakat, melainkan sistemnya. Pemerintah perlu memastikan jadwal yang jelas, rute yang terintegrasi, serta fasilitas halte yang layak. Warga akan dengan sendirinya memilih transportasi umum ketika mereka merasa diperlakukan sebagai pengguna yang dihargai, bukan dipaksa beradaptasi dengan sistem yang tidak berpihak.

Reporter: Fira Amarin KPI/5B

“Redaksi Yth:” Bandung Kotor Bukan Takdir, Ini Saatnya Semua Bergerak


Vokaloka, Bandung - Kondisi kebersihan Kota Bandung beberapa waktu terakhir semakin mengkhawatirkan. Produksi sampah harian kita diperkirakan mencapai 1.492 ton per hari, sementara kapasitas pengangkutan dan pembuangan ke TPA Sarimukti tidak sebanding. Akibatnya, sebagian sampah tetap menumpuk di TPS maupun area publik, menimbulkan bau, mengundang hama, serta menyumbat drainase.

Pada awal 2025, bahkan ditemukan tumpukan sampah dalam jumlah besar di beberapa titik aliran Sungai Citarum, menunjukkan bahwa persoalan ini tidak hanya terjadi di permukaan kota, tetapi juga merembet ke ekosistem sungai. Situasi ini memperbesar risiko banjir, penyakit, dan degradasi lingkungan.

Namun, Bandung kotor bukan takdir, melainkan tanda bahwa kita semua perlu bergerak lebih serius. Pemerintah dapat memperkuat pengelolaan dari hulu melalui pemilahan sampah rumah tangga dan perluasan bank sampah. Di sisi lain, warga dapat berkontribusi dengan disiplin membuang sampah, mengurangi plastik sekali pakai, dan terlibat dalam pengolahan sampah berbasis komunitas.

Bandung hanya bisa bersih jika semua pihak bersinergi. Saatnya menjadikan kebersihan sebagai budaya, bukan sekadar kampanye musiman.

Penulis: Haifa Nailah

“Redaksi Yth:” Ketika Sawit Menggeser Pohon, Siapa Menanggung Akibatnya?

Di tengah bencana banjir dan longsor yang kembali menimpa berbagai wilayah, hati kita semakin terenyuh melihat warga yang kehilangan rumah, mata pencaharian, bahkan anggota keluarga. Setiap tahun, duka yang sama terulang dan setiap tahun pula, kita diingatkan bahwa bencana ini bukan semata-mata soal cuaca.


Beberapa waktu lalu, Presiden menyampaikan pandangan bahwa Indonesia perlu menambah penanaman kelapa sawit, bahkan menyebut bahwa sawit "juga pohon" sehingga tidak perlu khawatir dianggap sebagai penyebab deforestasi. Sekilas, pernyataan itu terdengar meyakinkan. Namun, masyarakat di daerah rawan banjir tahu betul bahwa hilangnya hutan alam tidak bisa ditambal dengan menanam sawit. Di lapangan, perbedaan dampaknya sangat terasa dan sayangnya, yang menanggung akibatnya adalah rakyat kecil di hilir.


Hutan alam memiliki akar yang dalam, menyebar, dan mampu menahan air di musim hujan. Akar-akar besar itu bekerja seperti spons raksasa yang menjaga tanah tetap stabil dan sungai tetap terkendali. Ketika hutan ditebang dan digantikan kebun sawit, struktur ini lenyap. Akar sawit memang kuat, tetapi dangkal dan tidak bercabang luas. Lahan yang dulu mampu menyerap air kini berubah menjadi permukaan licin yang mudah tererosi. Air hujan mengalir tanpa kendali, membawa lumpur, menggerus bantaran sungai, dan menghantam permukiman di dataran rendah.


Itulah mengapa setiap kali hujan lebat turun, desa-desa yang dulu aman kini tiba-tiba terendam. Warga yang tidak pernah membayangkan akan kehilangan rumah, kini tidur di posko pengungsian. Mereka tidak pernah ikut rapat soal izin lahan, tidak pernah mendapat untung dari ekspansi sawit, tetapi merekalah yang pertama kali merasakan akibatnya.


Harapan saya sederhana, sebelum menambah sawit, mari kita pastikan hutan yang tersisa dilindungi. Mari dengar suara para korban bencana yang hidupnya telah berubah karena hilangnya tutupan hutan. Terakhir, mari tempatkan keselamatan rakyat sebagai kepentingan tertinggi dalam setiap kebijakan.


Penulis: Haifa Nailah



Bagaimana Otak Membentuk Rutinitas dan Mengapa Kita Sulit Mengubahnya


Vokaloka, Bandung - Setiap hari kita hidup berdampingan dengan kebiasaan, baik yang kita sadari maupun yang berjalan begitu saja tanpa berpikir panjang. Kita membuka ponsel begitu bangun tidur, menyeduh kopi dengan urutan yang sama, atau refleks menyalakan aplikasi media sosial ketika bosan atau cemas.
Kebiasaan yang tampak sederhana ini sebenarnya merupakan hasil kerja otak untuk menghemat energi. Jika setiap tindakan kecil diulang kembali dari nol, hidup akan terasa jauh lebih melelahkan. Karena itu otak merancang serangkaian jalur otomatis yang membuat kita bisa menjalankan tugas harian dengan mulus dan efisien.

Namun otomatis juga berarti melekat. Kebiasaan yang terbentuk dengan kuat sering kali sulit dihentikan, terutama jika kebiasaan itu justru tidak bermanfaat. Ketika seseorang sedang stres lalu tanpa sadar mencari camilan, atau ketika rutinitas membuka gawai muncul setiap kali rasa bosan datang, kita sebenarnya sedang menyaksikan bagaimana otak bekerja di balik layar.
Untuk memahami mengapa perilaku berulang begitu kuat mencengkeram, kita perlu mengetahui apa yang terjadi di dalam sistem saraf kita.

Bagaimana Kebiasaan Terbentuk di Otak
Menurut penelitian neuroscience yang dirangkum Sam Dabir, kebiasaan terbentuk melalui pola yang disebut lingkaran kebiasaan. Tiga elemen utamanya adalah isyarat, rutinitas, dan imbalan.
Isyarat berfungsi sebagai pemicu, bisa berasal dari lingkungan, waktu, bahkan emosi seperti kesepian atau gelisah. Setelah isyarat muncul, otak memasuki rutinitas tertentu, misalnya mengambil ponsel atau mencari makanan ringan.

Proses ini kemudian ditutup oleh imbalan yang memberikan rasa senang atau lega. Ketika pola ini terus diulang, otak membangun jalur saraf yang makin kuat, terutama di wilayah ganglia basal. Pada tahap inilah kebiasaan mulai berjalan tanpa banyak campur tangan dari korteks prefrontal yang biasanya terlibat dalam pengambilan keputusan sadar.

Yang menarik, meski kebiasaan tampak keras kepala, otak tidaklah kaku. Plastisitas otak memungkinkan kita memodifikasi kebiasaan lama dan membangun kebiasaan baru. Dengan mengenali pemicu tertentu dan mengganti respons terhadapnya, kita dapat menulis ulang rutinitas yang ada.
Mengubah lingkungan juga membantu menurunkan kekuatan isyarat pemicu sehingga perilaku tidak otomatis muncul.

Kebiasaan dan Keahlian, Mengapa Keduanya Berhubungan
Pada titik inilah pembahasan tentang kebiasaan mulai bersinggungan dengan satu gagasan yang cukup terkenal di masyarakat, yaitu teori 10.000 jam. Teori ini sering diartikan sebagai rumus bahwa seseorang akan menjadi ahli setelah menghabiskan 10.000 jam latihan.

Sekilas teori ini tampak berada di luar topik kebiasaan, padahal sebenarnya keduanya saling terhubung. Kebiasaan adalah fondasi dari setiap aktivitas berulang, dan aktivitas berulang adalah inti dari latihan yang mengarah pada keahlian. Dengan kata lain, rutinitas yang konsisten adalah bahan baku yang membentuk apa pun yang akhirnya kita kuasai.

Musisi Janek Gwizdala, dalam refleksinya tahun 2024, mempertanyakan keakuratan angka 10.000 jam tersebut. Menurutnya, angka itu tampak terlalu sederhana untuk menggambarkan proses belajar yang dinamis. Ia sendiri menghabiskan lebih dari 43.800 jam berlatih musik selama puluhan tahun, namun tetap merasa belum benar benar menjadi ahli sepenuhnya. Baginya, perjalanan menuju keahlian tidak ditentukan oleh jumlah jam semata, tetapi oleh niat, kualitas interaksi, konsistensi, dan pengalaman variatif yang memperkaya kemampuan.

Esensi dari 10.000 Jam
Kritik dari Janek justru membantu kita memahami esensi yang sebenarnya. Inti dari teori 10.000 jam bukanlah angka, melainkan ide bahwa pengulangan yang konsisten membentuk jalur saraf yang kuat. Otak menjadi ahli melalui pola yang sama dengan pembentukan kebiasaan, yaitu pengulangan yang terus menerus hingga perilaku tertentu menjadi otomatis.

Pengulangan inilah yang pada akhirnya memperkuat identitas seseorang, membuat kita lebih percaya diri, lebih terampil, dan lebih tajam secara mental. Dengan demikian, proses menuju keahlian tidak berbeda jauh dari proses membangun kebiasaan: keduanya sama sama mengubah struktur otak sedikit demi sedikit.

Karena otak sangat responsif terhadap rutinitas kecil yang dilakukan secara konsisten, membangun kebiasaan baru sebenarnya tidak sesulit yang dibayangkan. Anda tidak perlu memulai dengan langkah besar.

Membangun Kebiasaan Baru, Mulai dari 10 Menit Sehari
Kebiasaan membaca misalnya, dapat dimulai dari 10 menit saja setiap hari. Begitu otak mengenali pola waktu yang tetap dan imbalan yang muncul setelah membaca, jalur kebiasaan akan terbentuk dengan sendirinya. Rutinitas membaca buku, mengeksplorasi wawasan baru, atau mengikuti artikel-artikel terbaru di Kumparan akan menjadi semakin mudah, bahkan terasa natural.

Selain itu, menentukan pemicu yang jelas seperti membaca setelah sarapan atau sebelum tidur dapat membantu otak menangkap pola yang konsisten. Imbalan positif seperti rasa puas setelah memahami hal baru atau sekadar menandai progres harian juga mampu memperkuat rutinitas ini.

Lingkungan yang mendukung, seperti meletakkan buku di tempat yang mudah terlihat atau menjadikan artikel sebagai halaman awal ponsel, akan mengurangi hambatan mental yang membuat kita menunda.

Pada akhirnya kebiasaan kecil seperti membaca secara rutin dapat membentuk versi baru dari diri kita. Kebiasaan tersebut melatih fokus, memperluas wawasan, memperkaya perbendaharaan gagasan, serta mengasah kemampuan berpikir kritis.

Proses ini bekerja secara diam diam, mengubah struktur otak dari hari ke hari, dan dalam jangka panjang membentuk identitas yang lebih kuat, lebih cerdas, dan lebih reflektif.

Manusia pada dasarnya dibentuk oleh kebiasaan. Dan di dunia yang penuh distraksi seperti sekarang, memilih kebiasaan membaca setiap hari, entah itu buku, jurnal, atau artikel artikel berkualitas di Kumparan, adalah bentuk investasi kecil yang hasilnya sangat besar.

Sepuluh menit sehari mungkin terlihat sederhana, tetapi bagi otak, itu adalah awal dari perubahan besar.

Referensi Tulisan:
https://uwo.ca/se/thrive/blog/2024/the-science-behind-habits-how-the-brain-forms-and-breaks-them.html
https://janekgwizdala.substack.com/p/does-10000-hours-make-you-an-expert

Reporter: Haifa Nailah

Komunikasi Asertif Sebagai Upaya Mencegah Perundungan

Kasus bullying atau perundungan di Indonesia terus menunjukkan tren peningkatan dan kini menjadi salah satu isu serius bagi dunia pendidikan serta perlindungan anak. Berdasarkan pernyataan menteri sosial, hampir 40% kasus bunuh diri disebabkan oleh perundungan di lingkungan sekolah. Ini bukan sekadar angka, di balik itu, banyak korban perundungan yang memilih diam karena takut, malu, atau tidak tahu bagaimana cara mengungkapkan ketidaknyamanannya.

Dalam konteks ini, komunikasi asertif dapat menjadi solusi untuk mencegah perundungan. Komunikasi asertif bukan semata soal berani berkata "tidak" atau menyuarakan pendapat tanpa takut. Lebih jauh, komunikasi asertif adalah kemampuan seseorang untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, dan kebutuhan secara jujur dan jelas, tanpa menyakiti orang lain dan juga tanpa membiarkan diri sendiri terinjak. Dengan kata lain, komunikasi ini memberi ruang bagi setiap individu untuk menjaga hak dan harga dirinya, sekaligus menjaga hubungan yang sehat dengan orang lain.

Ketika seseorang, khususnya anak atau remaja, diajarkan dan didorong untuk berkomunikasi dengan asertif, ia akan lebih mudah menyampaikan ketidaksukaan atau ketidakadilan yang dialaminya. Alih-alih diam dan tenggelam dalam tekanan atau intimidasi, mereka memiliki keberanian untuk mengatakan, "Saya tidak suka," atau "Tolong berhenti," dengan cara yang tegas namun tetap menghormati lawan bicaranya. Hal ini dapat memperkecil ruang bagi pelaku untuk melanjutkan tindakan perundungan.

Selain itu, komunikasi asertif juga mampu menumbuhkan empati dan kesadaran sosial. Ketika seseorang memahami bahwa menyampaikan perasaan bukan berarti menyerang, orang lain pun cenderung lebih peka dan menghargai batasan-batasan yang ada. Di lingkungan sekolah misalnya, guru dan sesama murid bisa menjadi agen perubahan yang mengajarkan dan mencontohkan sikap asertif. Dengan ini, perundungan bukan hanya dilawan dari sisi korban, tapi juga dari sisi pelaku dan lingkungan yang mendukung.

Namun, praktik komunikasi asertif bukan hal yang mudah, terutama di lingkungan yang selama ini membudayakan kekerasan verbal atau dominasi. Dibutuhkan proses pembelajaran dan keteladanan yang konsisten. Orang tua, guru, dan komunitas harus aktif membangun ruang aman untuk dialog terbuka, di mana setiap suara didengar tanpa takut dihakimi. Mengingat komunikasi adalah jembatan utama dalam hubungan antar manusia, memperbaikinya berarti membangun fondasi kuat untuk lingkungan yang lebih ramah dan bebas dari perundungan.

Pada akhirnya, mencegah perundungan bukan hanya soal menghentikan tindakan kasar secara fisik maupun verbal. Lebih dalam dari itu, pencegahan efektif dimulai dari kemampuan kita berkomunikasi secara asertif: melindungi diri, menghargai orang lain, dan menjaga keharmonisan bersama. Dengan komunikasi seperti ini, setiap individu punya kesempatan untuk hidup dengan rasa aman dan dihormati, tanpa harus merasa terancam oleh ancaman atau intimidasi.

Reporter: Haifa Nailah

Nasi Steam, Comfort Food Umami di Musim Hujan

Saat musim hujan tiba, cuaca sering kali jadi tidak menentu. Dari panas terik bisa berubah seketika menjadi dingin yang menusuk. Perubahan suhu seperti ini membuat tubuh lebih rentan sakit. Oleh karena itu, penting untuk menjaga asupan makanan yang masuk ke dalam tubuh. Nah, salah satu menu sederhana dan praktis di musim hujan adalah nasi steam.

Nasi steam adalah nasi yang dimasak dengan metode dikukus atau dimasak dengan tambahan kaldu ayam, sehingga menghasilkan tekstur yang lembut dan rasa umami yang khas. Menurut beberapa sumber kuliner tradisional Asia Tenggara, nasi steam sudah dikenal sebagai olahan sehari-hari yang mudah dibuat dan cocok untuk siapa saja, terutama anak kos yang minim peralatan dapur. Teksturnya yang lembut serta kaldu ayam asli yang meresap ke dalam nasi ini membuat nasi steam menjadi comfort food yang pas untuk menghangatkan badan di cuaca dingin.

Ani Yuliawati, seorang ibu rumah tangga membagikan step by step pembuatan nasi steam. Berikut bahan-bahan yang perlu disiapkan:
- Setengah gelas beras putih, cuci hingga bersih
- Dua gelas air
- Dua potong ayam (bisa disesuaikan dengan kebutuhan)
- Wortel atau sayuran lain sesuai keinginan
- Garam secukupnya untuk penyedap

Langkah pertama, cuci beras hingga bersih. Selanjutnya, masukkan semua bahan ke dalam rice cooker. Jika ingin hasil yang lebih maksimal, ada baiknya dua potong ayam direbus terlebih dahulu sampai setengah matang, kemudian dimasukkan bersama beras dan bahan lainnya. Setelah itu, tekan tombol cook dan tunggu hingga nasi matang sempurna.

Menurutnya, rahasia cita rasa nasi steam terletak pada komposisi air dan potongan ayam yang dimasak bersamaan.

"Komposisi air yang dipakai tiga kali lebih banyak dari beras membuat tekstur nasi menjadi lebih lembek. Rasa gurihnya, ada dari potongan ayam tadi yang menghasilkan kaldu dan menyerap ke nasi" tutupnya.

Selamat mencoba dan menikmati comfort food simpel ini!

Reporter: Haifa Nailah

Kolaborasi Kampung Film Black Team dan Telkom University Hadirkan Pameran Pemutaran Film Nusantara

Vokaloka, Bandung - Kampung Film Black Team menggelar Program Inovasi Seni Nusantara berupa pameran dan pemutaran film pada Sabtu malam. Kegiatan ini berlangsung di Jl. Cipamokolan Kolot, Kelurahan Cisaranten Endah, Kecamatan Arcamanik, Kota Bandung. Acara tersebut diselenggarakan sebagai upaya pengembangan seni dan perfilman lokal. Program ini merupakan hasil kolaborasi dengan Telkom University dalam rangka pengabdian kepada masyarakat, Sabtu (06/12/2025)

Pameran pemutaran film ini menghadirkan karya-karya film dari Kampung Film Black Team sendiri. Selain itu, turut diputar film hasil kolaborasi dengan Telkom University dan Universitas Pasundan (Unpas). Secara keseluruhan, terdapat tujuh film yang ditayangkan dalam acara tersebut. Film-film tersebut menampilkan beragam tema yang merepresentasikan kreativitas seni nusantara.

Dalam kesempatan ini, komunitas Free Film Production dari UIN Bandung juga diundang untuk menghadiri pameran. Kehadiran komunitas film kampus tersebut menjadi bagian dari upaya memperluas jejaring kreatif. Partisipasi ini juga menjadi ajang silaturahmi antara komunitas film independen dan akademisi.

"Acara ini sangat inspiratif dan membuka peluang kolaborasi antar komunitas film, khususnya bagi kami sebagai mahasiswa," ujar Viona, anggota Free Film Production.

Melalui Program Inovasi Seni Nusantara, Kampung Film Black Team berharap dapat memperkuat ekosistem perfilman independen di Kota Bandung. Kolaborasi dengan perguruan tinggi dinilai mampu meningkatkan kualitas produksi film lokal. Kegiatan ini juga menjadi sarana apresiasi film bagi masyarakat sekitar.

Reporter : Hanifa Syahida Fauziyah (KPI/5B) 


Vokaloka Beasiswa

Vokaloka Agama

Vokaloka Pendidikan

Vokaloka News

© all rights reserved
made with by templateszoo